Daybreakers

Friday, December 24, 2010

Waktu edar : 8 January 2010

Waktu menonton : Juli 2010

Media menonton dan teman menonton : di DVD, sama adik saya

Hal paling berkesan : World buildingnya. Saya suka penggambaran dunianya.


Saya punya banyak film guilty pleasure. Salah satunya, saya suka menonton film survival. Contohnya film-film post-apocalyptic seperti I am Legend dan film-film zombie seperti Diary of the Dead atau 30 Days of Night. Saya suka melihat masa depan yang berbeda. Entah masa depan yang berbeda karna serangan makhluk atau dunia yang berbeda karna sistem yang berbeda. Pokonya itu film guilty pleasure saya.

Waktu pertama saya mendengar tentang Daybreakers, saya langsung ingin nonton. Premis filmnya, dunia dimana hampir seluruh populasi manusia di dunia telah berubah menjadi vampir, menarik untuk saya. Saya suka membayangkan bayangan masa depan yang divisualisasikan dalam film. Film ini mempunyai ide yang bagus. Sayangnya, deep down, it’s just another action movie.

Film ini dibuka dengan memperlihatkan masyarakat yang menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasa. Tapi ada yang berbeda. Perbedaannya adalah suasana yang selalu malam, warga yang bergigi taring menyeramkan, dan minuman – minuman di warung pinggir jalan adalah darah. Ya, di dunia Daybreakers, diceritakan bahwa sebuah epidemik menyebabkan hampir seluruh populasi manusia telah berubah menjadi vampir. Mereka tidak pernah bertambah tua, memulai hari saat matahari terbenam, dan meminum darah. Tapi ada masalah. Persediaan darah makin lama makin menipis. Manusia semakin sedikit dan tidak ada darah lagi yang bisa diminum. Seorang vampir yang mencoba menciptakan darah sintesis, Edward (Ethan Hawke), secara tidak sengaja bertemu dengan grup manusia yang melarikan diri dari kejaran polisi. Seperti yang sudah diduga, Edward membantu grup pemberontak tersebut dan menemukan sesuatu yang bisa mengubah segalanya.

Yang pertama saya bahas, dan titik paling positif dari film ini untuk saya, adalah penggambaran dunia Daybreakers ini. Film ini bertempat pada tahun 2019, ketika hampir seluruh populasi bumi adalah vampir. Vampir memulai aktivitas pada saat matahari terbenam. Anak – anak vampir, yang selamanya akan menjadi anak-anak, bersekolah pada malam hari juga. Segala minuman mengandung darah, dan kita bisa membeli darah sesuai golongan darah. Hampir semua rumah dilengkapi dengan Subwalk, sebuah jalan bawah tanah yang menghubungkan semua rumah agar aman berjalan pada siang hari. Orang kaya yang mampu, dapat memodifikasi mobilnya agar dilengkapi dengan Daylight Driving, agar bisa menyetir pada siang hari. Gambaran sebuah dunia vampir, yang modern dan dystopian. Saya suka penggambarannya dan detail-detail kecilnya.

Dan… itulah yang paling baik dari film ini. Jangan salah, film ini menghibur dan ide ceritanya bagus. Tapi kesana-sananya, it’s just another action movie. And it’s a bit short. Banyak gore disana-sini, penuh adegan action. Sayang sekali, padahal saat-saat yang paling saya nikmati justru saat kita diperlihatkan dunia mereka. Dunia vampir ini. I want more of their world. Tapi pada akhirnya film ini menjadi film klise action biasa.

Tidak ada yang bisa saya komentari aktingnya. Mereka bermain cukup, untuk sebuah film survival. Itu yang diinginkan. Ini bukan Rachel Getting Married atau drama kaliber Oscar lain. Akting mereka tidak akan banyak diperhatikan disini. Untuk saya akting mereka cukup, dan hanya cukup.

Ketika credit title muncul, entah kenapa saya merasa kurang. Belum puas. Ini bukan berarti filmnya jelek. Filmnya menghibur untuk saya. Tapi saya seperti melihat banyak potensi yang masih mengendap di dalam film dan tidak bisa keluar. Film action menghibur tapi klise ini can be so much more. Dan untuk itu saya belum puas. Kalau saja potensi dari ide cerita film ini bisa lebih digali lagi, pasti bisa meningkatkan kenikmatan menonton sampai berapa puluh kali. Untuk sekarang, saya harus cukup puas dengan sebuah film action yang menarik dan menghibur. It can be so much more though.

0 comments:

Post a Comment