Prince of Persia: The Sands of Time

Wednesday, June 9, 2010

Waktu edar : 28 Mei 2010

Waktu menonton :
Seminggu yang lalu

Media menonton dan teman menonton :
di PVJ w/ Nurdini Amalia dan Nadya Siddiqa

Hal paling berkesan : Jake Gylenhaal. Hands down.


A great man would have stopped what was wrong, no matter who was ordering.


Saya tau tentang Prince of Persia dari tahun 2004, karena saya main gamenya yang berjudul sama. Premis dari gamenya, yaitu sebuah pisau yang bisa mengembalikan waktu, sangat menarik. Untuk sebuah game, menggunakan pisau itu untuk kembali ke waktu sangat berguna karena hal ini mengakibatkan Game Over dalam game ini unik.

Hal ini memang menarik. Tapi untuk sebuah game. Untuk sebuah film, kembali ke waktu dan semua jadi baik - baik saja itu tidak membuat sebuah film menjadi lebih baik.

Oke sekarang kita mulai dari awal.

Film ini menceritakan tentang seorang yatim piatu bernama Dastan yang diangkat anak oleh raja Persia karena keberaniannya. Setelah dewasa, Dastan menjadi lelaki yang urakan namun berhati baik. Ketika paman dan saudara - saudaranya memutuskan untuk menyerang sebuah kota suci, kota Alamut, atas alasan kota tersebut menyuplai senjata untuk musuh mereka, Dastan menemukan sebuah pisau di kota tersebut yang mengubah hidupnya selamanya.

Ternyata pisau tersebut mempunyai kekuatan untuk mengembalikan waktu jika diisi oleh pasir waktu ( Sands of Time). Dengan pisau itu, Dastan dan putri Alamut yang bernama Putri Tamina kabur keluar kota ketika Dastan difitnah dan terpaksa melarikan diri.

Dari jalan cerita sendiri, jika ingin dibandingkan dengan gamenya, sama sekali tidak sama. Yang sama hanya satu : The Dagger of Time itu sendiri. Fungsinya pun tidak terlalu sama. Oke untuk itu saya masih bisa menerima karena sebuah adaptasi tidak harus sama dengan aslinya.

Karakter - karakter di Prince of Persia ini yang menurut saya menarik. Dastan digambarkan sebagai seorang yang jail dan urakan tapi pemberani dan berhati baik. Jake Gylenhaal memerankan Dastan dengan baik menurut saya. Dia menunjukkan seorang lelaki yang slengean tapi tetap bisa diandalkan. Untuk Dastan, sebenarnya saya terdistract sama Jake Gylenhaal itu sendiri yang disini sangat sangat sangat ganteng. Tapi aktingnya juga baik menurut saya.

Satu yang membuat film ini charming : chemistry antara Dastan dan Tamina. Dapet banget. Untuk saya percintaan mereka believable dan chemistrynya dapet. Gemma Arteton bermain cute dan charming disini. Setelah setaun lalu dipermalukan di tabloid gosip karena badannya yang menggendut, disini Gemma terlihat sangat cantik dan seksi. Nilai plus dari film ini adalah Dastan dan Tamina.

Pemain lain tidak bermain seapik mereka berdua untuk saya. Ben Kingsley sebagai paman Dastan sekali lagi memainkan tokoh dengan sifat yang sama. Dia bermain baik seperti biasa, tapi sangat sangat predictable. Bukan karena aktingnya yang jelek, tapi karena Ben Kingsley bermain peran yang sama di banyak film lain. Begitu Ben Kingsley keluar, saya yakin peran dia akan sama dengan beberapa film lain yang saya tonton. He really needs to find another role.

Setting dari film ini untuk saya bagus. Bersetting di Persia, kota Alamut dan gurun pasirnya hidup dan tidak terlihat seperti properti film, tapi benar - benar sebuah kota yang hidup. Special effect dan akrobat - akrobat di film ini indah, tapi that's it. Indah saja.

Film - film adventure baik seperti Indiana Jones, The Mummy dan Pirates of the Caribbean mempunyai satu syarat yang pasti untuk menjadi tontonan yang baik. Film - film tersebut harus dapat membawa penontonnya untuk merasakan petualangan. Berdebar - debarnya, dan ketakutannya. Untuk saya, jika Prince of Persia dibandingkan dengan film - film itu, masih sangat jauh.

Satu yang menjatuhkan untuk saya, the story is much too shallow. Film - film petualangan yang saya sebutkan diatas sebenarnya juga bukan film yang sangat penuh makna. Tapi masih banyak cabang dari petualangan tersebut yang membuat kita penasaran untuk mengikutinya. Untuk saya, POP masih tidak bisa membuat saya merasa seperti itu.

Dan endingnya terasa dipaksakan. Jika ingin membandingkan jalan cerita film dan gamenya, ironisnya gamenya jauh lebih unggul. Jalan cerita gamenya penuh intrik, dan endingnya bittersweet tapi begitu saya menamatkannya saya merasa inilah ending yang pas. Filmnya tidak begitu. Endingnya terasa dipaksakan agar memuaskan penonton. Penonton sekarang tidak bodoh, dan membuat ending yang tidak berakhir dengan baik tapi berakhir dengan pas tidak akan membuat penonton kecewa.

Overall, it's a popcorn movie through and through. POP adalah sebuah film adventure yang menghibur dengan jalan cerita yang ringan dan adegan action yang memukau tapi hanya itu saja. Dengan setting yang sama, saya jauh lebih recommend The Mummy. Sebenarnya saya terhibur nonton POP, tapi cuma itu saja : terhibur. Anda tidak akan rugi menonton POP, tapi film ini juga ga akan blow your mind. So, your choice.

0 comments:

Post a Comment